Sabtu, 22 September 2018

Cerita Sex Kisah Memperkosa Cewek Cantik Penjaga Toko Mesin Kasir


Cerita Terpanas - Dewi yang masih berumur 23 tahun tidak menyadari bahayanya bekerja sebagai kasir di sebuah toko serba ada yang beroperasi 24 jam di Jakarta. Tapi karena semangat dan keinginan untuk mandiri membuat dirinya tidak mempedulikan nasehat orang tuanya yang merasa kuatir melihat putriya sering mendapat giliran jaga di malam hari hingga pagi hari.

Dewi lebih suka bekerja pada shift di jam tersebut, Karena dari saat tengah malam sampai pagi biasanya jarang sekali ada pembeli, sehingga Dewi bisa belajar untuk materi kuliahnya siang nanti. Sampai akhirnya pada suatu malam terjadilah pemerkosaan itu, Dewi mendapati dirinya ditodong oleh sepucuk pistol tepat di depan matanya. Yang berambut Gondrong (sebut saja Rudi) , dan yang satu lagi tubuhnya Kurus (sebut saja si Karjo ). Mereka berdua, menerobos masuk membuat Dewi yang sedang berkonsentrasi pada bukunya terkejut.

“Keluarin uangnya cepet !” perintah si Rudi, sementara si Karjo memutuskan semua kabel video dan telepon yang ada di toko itu. Tangan Dewi gemetar berusaha membuka laci kasir yang ada di depannya, saking takutnya kunci itu sampai terjatuh beberapa kali. Setelah beberapa saat,

Dewi berhasil membuka laci itu dan memerikan semua uang yang ada di dalamnya, sebanyak 100 ribu kepada si Rudi, Dewi tidak diperkenankan menyimpan uang lebih dari 100 ribu di laci tersebut. Karena itu setiap kelebihannya langsung dimasukan ke lemari besi. Setelah si Rudi merampas uang itu, Dewi langsung mundur ke belakang, ia sangat ketakutan kakinya lemas, hampir jatuh.
“Masa cuma segini?!” bentak si Rudi.

“Buka lemari besinya! Sekarang!” Mereka berdua menggiring Dewi masuk ke kantor manajernya dan mendorongnya hingga jatuh berlutut di hadapan lemari besi. Dewi mulai menangis, ia tidak tahu nomor kombinasi lemari besi itu, ia hanya menyelipkan uang masuk ke dalam lemari besi melalui celah pintunya.

“Cepat!!!” bentak si Karjo,
Dewi merasakan pistol menempel di belakang kepalanya. Dewi berusaha untuk menjelaskan kalau ia tidak mengetahui nomor lemari besi itu. Untunglah, melihat mata Dewi yang ketakutan, mereka berdua percaya.

“Brengsek!!!! Nggak sebanding sama resikonya! Ayo…Iket dia, biar dia nggak bisa panggil polisi!!!” Dewi di dudukkan di kursi manajernya dengan tangan diikat ke belakang. Kemudian kedua kaki Dewi juga diikat ke kaki kursi yang ia duduki. si Karjo kemudian mengambil plester dan menempelkannya ke mulut Dewi.

“Beres! Ayo cabut!”
“Tunggu! Tunggu dulu cing! Liat dia, dia boleh juga ya?!”.
“Cepetan! Ntar ada yang tau! Kita cuma dapet 100 ribu, cepetan!”.
“Aku pengen liat bentar aja!”.

Mata Dewi terbelalak ketika si Rudi mendekat dan menarik t-shirt merah muda yang ia kenakan. Dengan satu tarikan keras, t-shirt itu robek membuat BH-nya terlihat. Payudara Dewi yang berukuran sedang, bergoyang-goyang karena Dewi meronta-ronta dalam ikatannya.
“Wow, oke banget!” si Rudi berseru kagum.
“Oke, sekarang kita pergi!” ajak si Karjo, tidak begitu tertarik pada Dewi karena sibuk mengawasi keadaan depan toko.

Tapi si Rudi tidak peduli, ia sekarang meraba-raba puting susu Dewi lewat BH-nya, setelah itu ia memasukkan jarinya ke belahan payudara Dewi. Dan tiba-tiba, dengan satu tarikan BH Dewi ditariknya, tubuh Dewi ikut tertarik ke depan, tapi akhirnya tali BH Dewi terputus dan sekarang payudara Dewi bergoyang bebas tanpa ditutupi selembar benangpun.

“Jangan!” teriak Dewi. Tapi yang tedengar cuma suara gumaman. Terasa oleh Dewi mulut si Rudi menghisapi puting susunya pertama yang kiri lalu sekarang pindah ke kanan. Kemudian Dewi menjerit ketika si Rudi mengigit puting susunya.

“diam! Jangan berisik!” si Rudi menampar Dewi, hingga berkunang-kunang. Dewi hanya bisa menangis.
“Aku bilang diam!”, Sambil berkata itu si Rudi menampar buah dada Dewi, sampai sebuah cap tangan berwarna merah terbentuk di payudara kiri Dewi. Kemudian si Rudi bergeser dan menampar uang sebelah kanan. Dewi terus menjerit-jerit dengan mulut diplester, sementara si Rudi terus memukuli buah dada Dewi sampai akhirnya bulatan buah dada Dewi berwarna merah.

“Ayo, cepetan !”, si Karjo menarik tangan si Rudi.
“Kita musti cepet minggat dari sini!” Dewi bersyukur ketika melihat si Rudi diseret keluar ruangan oleh si Karjo. Payudaranya terasa sangat sakit, tapi Dewi bersyukur ia masih hidup. Melihat sekelilingnya, Dewi berusaha menemukan sesuatu untuk membebaskan dirinya. Di meja ada gunting, tapi ia tidak bisa bergerak sama sekali.

“Hey, Brooo! Tokonya kosong!”.
“Masa, cepetan ambil permen!”.
“Goblok Banget lo, cepetan ambil bir tolol!”.

Tubuh Dewi menegang, mendengar suara beberapa anak-anak di bagian depan toko. Dari suaranya ia mengetahui bahwa itu adalah anak-anak berandal yang ada di lingkungan itu. Mereka baru berusia sekitar 12 sampai 15 tahun. Dewi mengeluarkan suara minta tolong.

“ssssstt! Lo denger nggak?!”.
“Cepetan kembaliin semua!”.
“Ayooo….lari, lari! Kita ketauan!”.
Tiba-tiba salah seorang dari mereka menjengukkan kepalanya ke dalam kantor manajer. Ia terperangah melihat Dewi, terikat di kursi, dengan t-shirt robek membuat buah dadanya mengacung ke arahnya.
“Buset!” berandal itu tampak terkejut sekali, tapi sesaat kemudian ia menyeringai.
“Hei, liat nih! Ada kejutan!”

Dewi berusaha menjelaskan pada mereka, menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia berusaha menjelaskan bahwa dirinya baru saja dirampok. Ia berusaha minta tolong agar mereka memanggil polisi. Ia berusaha memohon agar mereka melepaskan dirinya dan menutupi dadanya. Tapi yang keluar hanya suara gumanan karena mulutnya masih tertutup plester.

Satu demi satu berandalan itu masuk ke dalam kantor. Satu, kemudian dua, lalu tiga. Empat. Lima! Lima wajah-wajah dengan senyum menyeringai sekarang mengamati tubuh Dewi, yang terus meronta-ronta berusaha menutupi tubuhnya dari pandangan mereka. Berandalan, yang berumur sekitar 15 tahun itu terkagum-kagum dengan penemuan mereka.

“Gila! Cewek nih!”.
“Dia telanjang!”.
“Tu liat susunya! susu!”.
“Mana, mana Aku pengen liat!”.
“Aku pengen pegang!”.
“Pasti alus tuh!”.
“Bawahnya kayak apa yaaa?!”.

Mereka semua berkomentar bersamaan, kegirangan menemukan Dewi yang sudah terikat erat. Kelima berandal itu maju dan merubung Dewi, tangan-tangan meraih tubuh Dewi. Dewi tidak tahu lagi, milik siapa tanga-tangan tersebut, semuanya berebutan mengelus pinggangnya, meremas buah dadanya, menjambak rambutnya, seseorang menjepit dan menarik-narik puting susunya. Kemudian, salah satu dari mereka menjilati pipinya dan memasukan ujung lidahnya ke lubang telinga Dewi.

“Ayooo, kita lepasin dia dari kursi!” Mereka k emudianmelepaskan ikatan pada kaki Dewi, tapi dengan tangan masih terikat di belakang, sambil terus meraba dan meremas tubuh Dewi. Melihat ruangan kantor itu terlalu kecil mereka menyeret Dewi keluar menuju bagian depan toko. Dewi meronta-ronta ketika merasa ada yang berusaha melepaskan kancing jeansnya.

Mereka menarik-narik jeans Dewi sampai akhirnya turun sampai ke lutut. Dewi terus meronta-ronta, dan akhirnya mereka berenam jatuh tersungkur ke lantai. Sebelum Dewi sempat membalikkan badannya, tiba-tiba terdengar suara lecutan, dan sesaat kemudian Dewi merasakan sakit yang amat sangat di pantatnya. Dewi melihat salah seorang berandal tadi memegang sebuah ikat pinggang kulit dan bersiap-siap mengayunkannya lagi ke pantatnya!

“Hei….Bangun! Bangun!” ia berteriak, kemudian mengayunkan lagi ikat pinggangnya. Sebuah garis merah timbul di pantat Dewi. Dewi berusaha berguling melindungi pantatnya yang terasa sakit sekali. Tapi berandal tadi tidak peduli, ia kembali mengayunkan ikat pinggang tadi yang sekarang menghajar perut Dewi.

“Bangun! naik ke sini!” berandal tadi menyapu barang-barang yang ada di atas meja layan hingga berjatuhan ke lantai. Dewi berusaha bangun tapi tidak berhasil. Lagi, sebuah pukulan menghajar buah dadanya. Dewi berguling dan berusaha berdiri dan berhasil berlutut dan berdiri. Berandal tadi memberikan ikat pinggang tadi kepada temannya. “Kalo dia gerak, pukul aja!”

Langsung saja Dewi mendapat pukulan di pantatnya. Berandal-berandal yang lain tertawa dan bersorak. Mereka lalu mendorong dan menarik tubuhnya, membuat ia bergerak-gerak sehingga mereka punya alasan lagi buat memukulnya. Berandal yang pertama tadi kembali dengan membawa segulung plester besar. Ia mendorong Dewi hingga berbaring telentang di atas meja.

Pertama ia melepaskan tangan Dewi kemudian langsung mengikatnya dengan plester di sudut-sudut meja, tangan Dewi sekarang terikat erat dengan plester sampai ke kaki meja. Selanjutnya ia melepaskan sepatu, jeans dan celana dalam Dewi dan mengikatkan kaki-kaki Dewi ke kaki-kaki meja lainnya. Sekarang Dewi berbaring telentang, telanjang bulat dengan tangan dan kaki terbuka lebar menyerupai huruf X.

“Waktu Pesta!” berandal tadi lalu menurunkan celana dan celana dalamnya. Mata Dewi terbelalak melihat kontolnya menggantung, setengah keras sepanjang 20 senti. Berandal tadi memegang pinggul Dewi dan menariknya hingga mendekati pinggir meja. Kemudian ia menggosok-gosok kontolnya hingga berdiri mengacung tegang.

“Waktunya masuk!” ia bersorak sementara teman-teman lainnya bersorak dan tertawa. Dengan satu dorongan keras, kontolnya masuk ke memek Dewi. Dewi melolong kesakitan. Air mata meleleh turun, sementara berandal tadi mulai bergerak keluar masuk.

Temannya naik ke atas meja, menduduki dada Dewi, membuat Dewi sulit bernafas. Kemudian ia melepaskan celananya, mengeluarkan kontolnya dari celana dalamnya. Plester di mulut Dewi ditariknya hingga lepas. Dewi berusaha berteriak, tapi mulutnya langsung dimasuki oleh kontol berandal yang ada di atasnya.

Langsung saja, kontol tadi mengeras dan membesar bersamaan dengan keluar masuknya kontol tadi di mulut Dewi. Pandangan Dewi langsung berkunang-kunang dan merasa akan pingsan, ketika tiba-tiba saja mulutnya dipenuhi cairan kental, yang terasa asin dan pahit sekali . Semprotan demi semprotan masuk ke mulut Dewi, tanpa bisa dimuntahkan lagi oleh Dewi. Ia terus menelan cairan tadi agar bisa terus bernafas.

Tiba-tiba saja Berandal yang duduk di atas dada Dewi turun, lalu berandal memasukkan kontolnya ke memek Dewi dan mendorong Dewi di pinggir meja lalu menggenjot memek Dewi Dengan tempo makin cepat. Ia juga memukuli perut Dewi, membuat Dewi mengejang dan memeknya berkontraksi menjepit kontolnya. Ia kemudian memegang buah dada Dewi sambil terus bergerak makin cepat, ia mengerang-erang mendekati klimaks.

Tangannya langsung meremas dan menarik buah dada Dewi ketika tubuhnya bergetar dan sperma tiba-tiba menyemprot keluar, terus-menerus mengalir masuk di memek Dewi. Sedangkan berandal yang lainnya berdiri di samping meja dan melakukan masturbasi, Dan ketika pimpinan mereka mencapai puncaknya mereka juga mengalami ejakulasi bersamaan. Sperma mereka menyemprot keluar dan jatuh di muka, rambut dan dada Dewi.

Beberapa saat berlalu dan Dewi tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya, ketika tahu-tahu ia kembali sendirian di toko tadi, masih terikat erat di atas meja. Ia tersadar ketika menyadari dirinya terlihat jelas, jika ada orang lewat di depan tokonya.

Dewi meronta-ronta membuat buah dadanya bergoyang-goyang. Ia menangis dan meronta berusaha melepaskan diri dari plester yang mengikatnya. Setelah beberapa lama mencoba Dewi berhasil melepaskan tangan kanannya. Kemudian ia melepaskan tangan kirinya, kaki kanannya. Tinggal satu lagi nih.

“Wah, wah, waaaaah!!!” terdengar suara laki-laki yang berdiri di pintu depan. Dewi sangat terkejut dan berusaha menutupi buah dada dan memeknya dengan kedua tangannya.
“Tolong saya!” ratap Dewi.
“Tolong saya Pak! Toko saya dirampok, saya diikat dan diperkosa Pak! Tolong saya Pak, cepat panggilkan polisi!”
“Nama lu Dewi kan?” tanya laki-laki tadi.

“Ba…bagaimana bapak tahu nama saya?” Dewi bingung dan takut.
“Aku Adit. Orang yang dulunya kerja di toko ini sebelum kau rebut!”.
“Tapi saya tidak merebut pekerjaan bapak. Saya tahunya dari iklan di koran. Saya betul-betul tidak tahu pak! Tolonglah saya pak!”.
“Gara-gara kamu ngelamar ke sini Aku jadi dipecat! Aku nggak heran kamu diterima kalo liat bodi mu”.

Dewi kembali merasa ketakutan saat melihat Adit, seseorang yang belum pernah dilihat dan dikenalnya tapi sudah membencinya. Dewi kembali berusaha melepaskan ikatan di kaki kirinya, membuat Raoy naik pitam. Ia menyambar tangan Dewi dan menekuknya ke belakang dan kembali diikatnya dengan plester, dan plester itu terus dilitkan sampai mengikat ke bahu, hingga Dewi betul-betul terikat erat. Ikatan itu membuat Dewi kesakitan, ia menggeliat dan buah dadanya semakin membusung keluar.

“Lepaskan!!!! Sakit!!!! aduuhh!!!! Saya tidak memecat bapak!!!! Kenapa saya diikat Pak?!!”
“Sebenarnya Aku tadinya mau ngerampok nih toko, cuma kayaknya Aku udah keduluan. Jadi baiknya Aku rusak aja deh nih toko”.
Ia kemudian melepaskan ikatan kaki Dewi sehingga sekarang Dewi duduk di pinggir meja dengan tangan terikat di belakang. Dan diikatnya lagi dengan plester.

Dan Adit mulai menghancurkan isi toko itu, etalase dipecahnya, rak-rak ditendang jatuh. Lalu Adit juga menghancurkan kotak pendingin es krim yang ada di kanan Dewi. Es krim beterbangan dilempar oleh Adit. Beberapa di antaranya mengenai tubuh Dewi, kemudian meleleh mengalir turun, melewati punggungnya masuk ke belahan pantatnya.

Di depan, Es tadi mengalir melalui belahan buah dadanya, turun ke perut dan mengalir ke memek Dewi. Rasa dingin langsung menempel di buah dada Dewi, membuat putingnya mengeras san mengacung. Ketika Adit selesai, tubuh Dewi bergetar kedinginan dan lengket karena es krim yang meleleh.

“Kamu keliatannya kedinginan!” ejek si Adit sambil menyentil puting susu Dewi yang mengeras kaku.
“Aku harus ngasihh kamu sesuatu yang anget.”

Adit kemudian mendekati wajan untuk mengoreng hot dog yang ada di tengah ruangan. Dewi melihat Adit mendekat membawa beberapa buah sosis yang berasap.

“Jaaaangaann!” Dewi berteriak ketika Adit membuka bibir memeknya dan memasukan satu sosis ke dalam memeknya yang terasa dingin karena es tadi. Kemudian ia memasukan sosis yang kedua, dan ketiga. Sosis yang keempat putus ketika akan dimasukan. memek Dewi sekarang diisi oleh tiga buah sosis yang masih berasap. Dewi menangis karena kesakitan akibat uap panas dari sosis tersebut.

“Keliatannya nikmat Nih….Ha..Ha…!” Adit tertawa.
“Tapi Aku lebih suka bermain dengan mustard!” Kemudian Ia mengambil botol mustard dan menekan botol itu.

Cairan mustard langsung keluar menyemprot ke memek Dewi. Dewi menangis terus, melihat dirinya disiksa dengan cara yang tak terbayangkan olehnya.
Sambil tertawa Adit melanjutkan usahanya dengan menghancurkan isi toko itu. Dewi berusaha melepaskan diri, tapi tak berhasil. Nafasnya sangat tersengal-sengal, ia tidak kuat menahan semua ini. Tubuh Dewi bergerak lunglai jatuh.

“Hei!! Kamu kalo kerja jangan tidur!” bentak Adit sambil menampar pipi Dewi.
Kamu tau nggak, daerah sini nggak aman jadi perlu ada alarm.”

Dewipun meronta ketakutan melihat Adit yang memegang dua buah jepitan buaya. Jepitan itu bergigi tajam dan jepitannya sangat keras sekali. Adit segera mendekatkan satu jepitan ke puting susu kanan Dewi, menekannya hingga terbuka dan melepaskannya hingga menutup kembali menjepit puting susu Dewi.

Dewi menjerit dan melolong kesakitan, gigi jepitan tadi menancap ke puting susunya. Kemudian Adit juga menjepit puting susu yang ada di sebelah kiri. Air mata Dewi bercucuran di pipi.

Kemudian Adit mengikatkan kawat halus di kedua jepitan tadi, lalu mengulurnya dan kemudian mengikatnya ke pegangan pintu masuk. Ketika pintu itu didorong Adit hingga membuka keluar, Dewi merasa jepitan tadi tertarik oleh kawat, dan membuat buah dadanya tertarik dan ia menjerit kesakitan.

“Nah…..,Hmmm… udah jadi. sekarang pintu depan ini bisa buka ke dalem ama keluar, tapi bisa juga disetel cuma bisa dibuka dengan cara ditarik bukan didorong. Jadi Aku sekarang pergi dulu, terus nanti Aku pasang biar pintu itu cuma bisa dibuka kalo ditarik. Nanti kalo ada orang dateng, pas dia dorong pintu kan nggak bisa, pasti dia coba buat narik tuh pintu, nah, pas narik itu alarmnya akan bunyi!”

“Jaaaaaangan! saya mohoon! Jangan! jangan! jangan! ampun!”
Aditpun tidak peduli, ia keluar dan tidak lupa memasang kunci pada pintu itu hingga sekarang pintu tadi hanya bisa dibuka dengan ditarik. Dewipun menangis ketakutan, Dan puting susunya sudah hampir rata, dijepit. Ia terlihat meronta-ronta berusaha melepaskan ikatan. Tubuh Dewi berkeringat setelah berusaha melepaskan diri tanpa hasil.

Beberapa saat kemudian terlihat sebuah bayangan di depan pintu, Dewi melihat ternyata bayangan itu milik gelandangan yang sering lewat dan meminta-minta. Gelandangan itu melihat tubuh Dewi, telanjang dengan buah dada mengacung. Segera saja Gelandang itu mendorong pintu masuk. Pintu itu tidak terbuka. Si Gelandangan langsung meraih pegangan pintu dan mulai menariknya.

Dewi langsung menjerit “Jangan! jangan! jangan buka! jangaann!”, tapi gelandangan tadi tetap menarik pintu, yang kemudian menarik kawat dan menarik jepitan yang ada di puting susunya. Gigi-gigi yang sudah menancap di daging puting susunya tertarik, merobek puting susunya. Dewi menjerit keras sekali sebelum jatuh di atas meja. Pingsan.

Tapi Dewi tersadar dan menjerit. Sekarang ia berdiri di depan meja kasir. Tangannya terikat ke atas di rangka besi meja kasir. Dan kakinya juga terikat terbuka lebar pada kaki-kaki meja kasir. Ia merasa kesakitan. Puting susunya sekarang berwarna ungu, dan menjadi sangat sensitif. Udara dingin saja membuat puting susunya mengacung tegang.

Memar-memar menghiasi seluruh tubuhnya, mulai pinggang, dada dan pinggulnya. Dewi merasakan sepasang tangan berusaha membuka belahan pantatnya dari belakang.

Sesuatu yang dingin dan keras berusaha masuk ke liang anusnya. Dewi menoleh ke belakang, dan ia melihat gelandangan tadi berlutut di belakangnya sedang memegang sebuah botol bir.

“Ja…Jangan, ampun! Lepaskan saya pak! Saya sudah diperkosa dan dipukuli! Saya tidak tahan lagi.”
“Habisnya pantat Mbak kan belom diituin.” gelandangan itu berkata tidak jelas.
“Jangaaaaan!” Dewi meronta, ketika kontol si gelandangan tadi mulai berusaha masuk ke anusnya. Setelah beberapa kali usaha, gelandangan tadi menyadari kontolnya tidak bisa masuk ke dalam anusnya Dewi. Lalu ia langsung berlutut lagi, mengambil sebuah botol bir dari rak dan mulai mendorong dan memutar-mutarnya masuk ke liang anus Dewi.

Dewi menjerit-jerit dan meronta-ronta ketika leher botol bir tadi mulai masuk dengan keadaan masih mempunyai tutup botol yang berpinggiran tajam. Liang anus Dewi tersayat-sayat ketika gelandangan tadi memutar-mutar botol dengan harapan liang anus Dewi bisa membesar. Setelah beberapa Lama tiba-tiba gelandangan tadi mencabut botol tersebut. Tutup botol bir itu sudah dilapisi darah dari dalam anus Dewi, tapi ia tidak peduli. Gelandang itu kembali berusaha memasukan kontolnya ke dalam anus

Dewi yang sekarang sudah membesar karena dimasuki botol bir. Gelandangan tadi mulai bergerak kesenangan, rasanya sudah lama sekali ia tidak meniduri perempuan, ia bergerak cepat dan keras sehingga Dewi merasa dirinya akan terlepar ke depan setiap gelandangan tadi bergerak maju. Dewi terus menangis melihat dirinya disodomi oleh gelandangan yang mungkin membawa penyakit kelamin,

tapi gelandangan tadi terus bergerak makin makin cepat, tangannya meremas buah dada Dewi, membuat Dewi menjerit karena puting susunya yang terluka ikut diremas dan dipilih-pilin.

Akhirnya dengan satu erangan, gelandang tadi orgasme, dan Dewi merakan cairan hangat mengalir dalam anusnya, sampai gelandangan tadi jatuh terduduk lemas di belakang Dewi.

“Makasih yaaa Mbak! Saya puas sekaliiiii! Makasih.” gelandangan tadi melepaskan ikatan Dewi. Kemudian ia mendorong Dewi duduk dan kembali mengikat tangan Dewi ke belakang, kemudian mengikat kaki Dewi erat-erat. Kemudian tubuh Dewi didorongnya ke bawah meja kasir hingga tidak terlihat dari luar.

Sambi terus mengumam terima kasih Dan sigelandangan tadi berjalan sempoyongan sambil membawa beberapa botol bir keluar dari toko. Dewi terus saja menangis, merintih merasakan sperma gelandangan tadi mengalir keluar dari anusnya. Lama kemudian Dewi jatuh pingsan karena kelelahan dan shock Berat. Dan tersadar ketika Ia ditemukan oleh rekan kerjanya yang masuk pukul 7 pagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cerita Sex Kisah Mengentot Dengan Mantan Murid

Cerita Terpanas - Kisah dan Cerita Dewasa ini berawal dari keberanian manta muridku, Sandi. Tampaknya sejak SD dia sudah sering mengintip...